Memoar - Kian (IN)
Anonim – Part 1
Halo. Tujuh tahun yang lalu saya bersama keluarga saya meninggalkan kota kelahiran saya, Tehran, dan menjadi pengungsi. Kami terpaksa pergi untuk menemukan tempat yang aman. Saat ini saya tinggal di Makassar. Menurut UNHCR, kami akan tinggal di Indonesia untuk waktu yang cukup singkat, namun tak terasa telah hampir delapan tahun kami habiskan di kota ini.Â
Orang Indonesia sebenarnya sangat ramah. Tak jarang saya disapa dengan senyuman dan sapaan yang hangat ketika pertama kali bertemu dengan orang Indonesia. Akan tetapi sebagai pengungsi kami biasanya menyembunyikan status kami. Ketika ditanyakan asal negaranya, biasanya para pengungsi akan menyebutkan negara yang lainnya, karena mereka takut dengan respon orang-orang Indonesia ketika mengetahui status mereka sebagai pengungsi.Â
Saya merasa diperlakukan berbeda, tergantung jika saya mengatakan saya adalah pengungsi atau turis. Ketika saya memilih mengatakan bahwa saya adalah seorang turis, mereka akan memperlakukan saya dengan baik. Akan tetapi ketika saya menyebutkan identitas saya sebagai pengungsi, tatapan mereka berubah dan itu membuat saya tidak nyaman. Saya tidak pernah menyalahkan mereka. Saya memahami bahwa mereka tidak tersosialisasikan dengan baik mengenai pengungsi dan mereka tidak tahu bagaimana berespon yang tepat ketika bertemu dengan pengungsi. Mereka pun tidak terbiasa bergaul dengan para pengungsi.
Orang juga sering salah paham tentang kami. Kami dianggap orang-orang yang berasal dari negara tak dikenal dan kami tidak mengetahui banyak hal. Itu tentunya hal yang tidak benar. Kebanyakan petugas yang bekerja untuk mengurus kami juga menganggap kami tidak tahu apa-apa atau bahkan tidak dapat melakukan apa-apa. Hal itu membuat saya merasa kesal.
Kesalahpahaman lainnya yang kami rasakan adalah orang-orang Indonesia sering menganggap kami datang untuk mencuri pekerjaan mereka. Hal itu adalah pemahaman yang salah, karena sebenarnya kami tidak dapat melakukan hal itu bahkan kami tidak dapat bekerja. Karena kesempatan hidup di Indonesia tidak dibarengi dengan hak untuk bekerja di Indonesia. Menurut saya, sangat penting bahwa mereka mendapatkan pemahaman bahwa kami disini tidak untuk mencuri pekerjaan mereka. Kesalahpahaman lain yang juga sering muncul adalah kami dianggap tidak memiliki keterampilan atau bakat apapun. Sebaliknya, para pengungsi memiliki pekerjaan yang sangat baik di tempat asal kami, seperti dokter, insinyur, guru, penjahit, tukang kayu, petani. Tetapi karena mereka harus meninggalkan negara asal dan pekerjaan mereka, membuat mereka tidak dapat menggunakan keterampilan tersebut.
Pengungsi sama saja dengan manusia lainnya, kami tidak memiliki tanduk atau hal yang membuat kami berbeda dengan manusia lainnya. Hanya saja pengungsi dipaksa pergi dari negara asal mereka karena permasalahan yang terjadi. Tetapi selebihnya pengungsi juga manusia.Â