Memoar - Ojan (ID)
Halo. Saya Ojan, usia 20 tahun, mahasiswa jurusan hukum dari Makassar. Dalam cerita ini, saya ingin berbagi cerita tentang pengalaman berteman dengan pengungsi.
Saya pertama mendengar pengungsi dari media sosial, tentang alasan mereka ke Indonesia. Saya juga mendengar berbagai cerita tentang pengungsi dari teman-teman yang pernah berinteraksi dengan mereka. Katanya, mereka itu sombong dan mereka tinggal di Indonesia hanya untuk bersenang-senang, tidak ada kontribusi untuk memajukan Indonesia. Saya sendiri tidak pernah berteman atau bahkan bertemu dengan mereka sebelumnya, sampai akhirnya saya bertemu dengan beberapa pengungsi di tempat latihan taekwondo.
Saya orangnya pendiam dan tidak terlalu suka bersosialisasi dengan orang lain di waktu latihan. Tapi, karena mereka sangat ramah dan bahkan menyapa duluan, saya jadi lebih banyak berbincang. Ternyata mereka orang yang aktif dan ceria sehingga menyenangkan berteman dengan mereka. Cukup berbeda dengan kabar miring di berita.Â
Seumur pertemanan kami, hal yang paling berkesan buat saya adalah saat tempat latihan taekwondo kami mempersiapkan diri untuk sebuah pertandingan. Kami saling mendukung, tanpa memandang bangsa dan ras masing-masing. Teman pengungsi mendukung ketika saya bertanding, dan saya pun mendukung dia saat bertanding. Itu adalah hal yang tak terlupakan.
Kalau saya lihat, mereka pun membawa aura positif ke dalam dunia pergaulan dengan kita sebagai orang Indonesia. Dengan adanya mereka, kita jadi belajar untuk berteman dengan orang yang berbeda bahasa, bangsa, ras dan kebudayaan. Bersama mereka saya juga belajar untuk memposisikan diri atau beradaptasi saat bergaul. Orang tua pun tidak membatasi pertemanan saya, yang penting mereka baik buat saya.Â
Saya juga menganggap ini adalah kesempatan untuk ajang latihan memperlancar kemampuan berbahasa Inggris, karena itu satu-satunya bahasa yang sama-sama kami mengerti. Jadi, saat berkomunikasi dengan mereka, saya selalu memakai bahasa Inggris. Saya tidak keberatan, malah senang.Â
Saya sedih ketika tahu konflik atau perang di negara asal merekalah yang membuat mereka menjadi pengungsi. Menurut saya, mereka mengalami musibah yang luar biasa. Mereka tidak punya pilihan, harus meninggalkan negaranya untuk mencari perlindungan ke negara lain. Walaupun banyak yang terpaksa harus tinggal dulu di negara yang tadinya hanya untuk sementara, seperti para pengungsi di Indonesia ini. Sulit membayangkan bila ada di posisi mereka.Â
Tapi di Indonesia para pengungsi ini hanya bisa tinggal saja. Hak dasar sebagai manusia, seperti hak bekerja, mendapat pendidikan, mendapatkan perawatan, bepergian, semuanya tidak mereka dapatkan. Mereka memang terbebas dari konflik di negaranya tapi mereka sebenarnya terjebak di Indonesia tanpa bisa melakukan apapun atau pergi kemanapun. Karena mereka dianggap sebagai orang tanpa identitas.
Saya berharap teman-teman pengungsi dapat kembali ke rumah mereka dan mendapatkan kedamaian di negara mereka. Tapi kalau mereka terpaksa harus menetap di Indonesia, pemerintah Indonesia perlu mempertimbangkan tentang hak-hak dasar mereka, seperti pendidikan, perawatan kesehatan, dan bekerja. Terutama untuk pendidikan anak-anak, sebab masa depan mereka masih panjang. Selain itu, saya juga berharap teman-teman saya yang lain dan orang Indonesia umumnya dapat menerima kehadiran mereka di Indonesia, karena mereka juga manusia seperti kita.Â
Ada komentar atau saran? Silakan tinggalkan pesan tertulis atau audio di sini, Instagram @rdiuref, atau email info@rdiuref.org